Dari 12 bulan dari setiap tahun, bulan Oktober adalah favoritku. Bukan berarti bulan lain gak suka ya, tapi karena banyak tanggal-tanggal special di bulan Oktober seperti, ulang tahun anak-anak dan hari jadi pernikahan, makanya Oktober jadi bulan favorit di antara bulan yang lain. Bulan Oktober tahun ini, usia pernikahan aku dan Tria tepat menginjak 6 tahun. Usia yang masih piyik dibanding usia pernikahan Kang Arman Maulana dan Teh Dewi Gita, misalnya, yang sudah 25 tahun. Subhanallah ya mereka.
Selama 6 tahun
menikah cukup banyak ujian yang kami lalui, dari mulai awalnya ngontrak
apartemen sepetak, tinggal rame-rame bareng 3 kepala rumah tangga di satu rumah,
numpang tinggal dengan mertua hingga Alhamdulillah sekarang bisa tinggal di
rumah sendiri.
Walaupun ternyata gak
gampang ya punya rumah sendiri. Kami harus lebih berhemat karena biaya
kebutuhan rumah yang tidak sedikit. Terlebih anak-anak sudah semakin besar,
kami harus menyiapkan tabungan pendidikan untuk mereka.
Wah, bakalan jadi
artikel keuangan nih. Hehe enggak kok, ini cuma salah satu contoh saja bahwa
kehidupan keluarga itu gak seindah yang ditampilkan di Instagram. Aku yakin
masing-masing keluarga pasti punya masalah, struggling, up and down, maju
mundur, dan semua itu gak bisa kita simpulkan hanya dari kaca pembesar media
social aja.
“Teh, suka berantem
gak sama kang Tria?” ini pertanyaan yang sering banget ditanya temen-temen di
Instagram. Berantem ya tentu aja pernah, tapi menurut aku frekuensinya masih
bisa dibilang jarang.
Tapi akhir-akhir ini nih
ya, rasanya kok aku lagi sangat sensitif dengan hubungan kami. Mungkin karena
capek juga, karena udah beberapa bulan ini kami memutuskan untuk tidak pake
bantuan pengasuh anak lagi. Otomatis aku lebih sering manghabiskan waktu di rumah,
capek, kadang ngerasa sumpek, tapi di sisi lain aku merasa Tria terlalu sibuk.
Kalo pulang pasti capek, kami jarang ngobrol, kalopun ngobrol ya pasti yang
dibahas anak-anak. Sadar atau tidak, hal-hal kecil kayak gini kalo dibiarin aja
ya bisa jadi bom waktu. Kurang komunikasi yang lama-lama bisa memicu
pertengkaran. Kasih sayang pun bisa hilang. Nauzubillah.
Beberapa waktu lalu,
aku lagi capek dan marah, rasanya semua salah, maunya tuh diem aja, ngobrol
males apalagi nyelesein masalah. Padahal dalam hati sebenernya aku sadar kalo
diam itu bukan solusi, mau diam sampe kapan toh pada dasarnya kami ini punya
cita-cita untuk bisa bersama sampai tua, ngapain ngabisin energi dengan diam
dan memendam amarah. Tapi ya gitu deh, aku gengsi buat ngobrol duluan,
sebaliknya sebagaimana laki-laki, kalo istrinya marah yaudah didiemin aja.
Mungkin maksudnya baik sih, membiarkan istrinya ngadem dulu supaya gak emosi.
Tapi kadang suka kebabalasan jadi diem-dieman lama huhuhu.
Memang jalan Allah
itu selalu saja ada, saat itu juga, aku ditunjukkan banyak cerita tentang
pernikahan dan masalah yang dihadapi. Rata-rata masalahnya sama: komunikasi. Nah
kalo udah tau masalahnya komunikasi tapi gak diselesaikan dengan berkomunikasi
ya gak akan selesai kan? Apalagi kalo terus malah mencari pelarian, ya sudah
pasti masalah gak akan selesai dan kerukunan rumah tangga jadi terancam. Aku
gak ingin ini menimpa rumah tangga kami. Sama sekali tidak. Malam itu juga kami
duduk bersama membicarakan keluh kesah satu sama lain dan minta maaf. Emang
bener kata orang, rumah tangga itu harus sering-sering fitting ulang, kalo gak
ya gak fit.
Di penghujung bulan,
bertepatan dengan ulang tahun Jaggira, kami mengundang keluarga dan
mendatangkan ustadz untuk kajian di rumah, niatnya biar rumah dan seisinya
berkah sekaligus kita bisa sambil belajar. Sengaja aku meminta ustadz hari itu
untuk menyampaikan topik tentang rumah tangga.
Sebelumnya aku minta
maaf ya kalo kesannya artikel ini kok jadi “ke mamah dedeh an” hahaha, gak ada
maksud menggurui sama sekali, ini sebenernya pengingat dan pembelajaran buat
aku pribadi tapi aku bagi di sini siapa tau juga bisa mendatangkan manfaat.
Agak nyesel sih aku
gak sempet nyatet semua apa yang disampaikan ustadz kemaren. Beberapa hal yang
beliau sampaikan yang masih aku ingat diantaranya adalah:
1. Mengingatkan bahwa baik sebelum menikah maupun sesudah menikah, perintah
Allah itu sama yaitu agar supaya kita bertaqwa. Ciri-cirinya taqwa ini ada di QS
3:133,134.
2. Sayangilah keluarga sebagai wujud dari keimanan kita, karena kalo bukan
karena alasan tersebut kasih sayang bisa luntur kapanpun kita mau. Jadi cek
kembali, alasan kita memilih pasangan, kalo sekedar karena fisik, harta,
profesi, sudah saatnya diluruskan niatnya sebelum terlambat.
3. Jangan berhenti belajar. Karena dengan belajar kita bisa menggunakan
akal untuk lebih membukakan hati kita. Dengan akal pikiran yang luas sudah
pasti hati akan terbuka sehingga bisa menerima kesabaran, keihklasan dan segala kebaikan lainnya.
4. Dirikanlah sholat, sholat bukan hanya sebagai penggugur kewajiban,
melainkan agar kita terhindar dari "menuhankan" hawa nafsu. Ingatlah Allah setiap
saat.
5. Tanamkan rasa kasih sayang dalam keluarga dan jangan ragu untuk saling
memaafkan karena Allah pun Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Huff, jleb gak sih?
Sedih akutuh hehe. Yuk ah sama-sama belajar, jadi istri dan ibu ternyata gak
gampang ya, tapi selama kita mau belajar insyaAllah dimudahkan jalannya.
0 comments:
Post a Comment