Ketika mendapat izin dari suami untuk melakukan hal yang kita senangi, rasanya tuh bukan saja menyenangkan tapi juga melegakan. Kemaren aku baru dari Jogja selama beberapa hari untuk sebuah event plus ngobatin kangen sama kuliner Jogja. Walaupun cuma sebentar tapi cukup, karena kalo kelamaan juga pasti aku ga kuat sih karena kangen sama anak-anak.
Sampai di rumah, kembali manjalani aktivitas seperti biasa. Minggu ini akan menjadi minggu yang panjang karena berbagai pekerjaan sudah menanti. Gakpapa, harus disyukuri.
Oiya, semalem seperti biasa aku ngelonin anak-anak, Lenon tidur di tempat tidurku karena dia demam, liat kakaknya bobo sama ibuk ya pasti Jaggira juga ikut bobo sama ibuk, jadilah kami tidur berempat empet-empetan hehe. Anak-anak tidur pulas, aku dan suami masih bangun dan aku membuka obrolan ringan. Aku tanya “Pak, kenapa orang being so judgemental? Kenapa ketika dia lagi sendirian orang bisa sangat baik dan ketika masuk dalam kelompok, individu ini cenderung jadi pribadi yang tidak menyenangkan?”
Lha, ini obrolan tadinya mau ringan kok jadi berat ya.
Pernah nggak sih dikritik orang karena terlalu sombong, judes, perfectionist, sensitive? Pernah banget. Sayangnya yang aku alami wujudnya bukan kritik atau saran tapi gossip hehe.
Ahhh digosipin mah biasa ya? Yakin biasa? Mungkin kejadian seperti ini gak hanya nimpa aku, di luar sana pasti banyak. Kira-kira orang yang digosipin akan merasa sakit hati gak?
Ketika kita bisa sampai menyakiti orang, apakah itu hal biasa?
Haduh, rasanya society is so harsh! Kenapa sih kita cepat dihakimi dan sering menghakimi orang?
Coba kita bahas dulu kenapa kita punya judgemental attitude. (Source: Gogirl.id)
- Stereotip
Pandangan orang di sekitar kita akan sesuatu hal, budaya dan nilai-nilai yang kita anut bisa membuat kita cepat berprasangka terhadap seseorang dan menghakimi mereka. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang.
2. We judge things we don’t understand or know.
Contoh, mungkin kita dibesarkan dalam budaya mengenal profesi seseorang ya sebatas sebagai pengusaha, dokter, dosen, pegawai bank dll. Begitu melihat pasangan yang suaminya katakanlah anak band langsung keluar komentar “Kok mau sih sama anak band, atau kok udah punya 2 anak masih saja main band” Ketika istrinya pergi jalan-jalan terucap komentar “Suaminya cuma anak band tapi istrinya jalan-jalan terus” hehehe… Ini cuma contoh ya gaes, jangan baper. Padahal realitanya kita tidak bisa hanya melihat dari kaca pembesar media social saja, bisa saja dibalik profesi sebenarnya mereka punya usaha lain, punya investasi, tabungan, yang sebenernya kita tidak tahu dan itu bukan urusan kita. Asalkan orang lain bahagia, kenapa kita harus menghakimi mereka karena kita tidak mengerti situasi atau cara pandang mereka yang berbeda?
3. Menghakimi, dijadikan sarana untuk memenuhi hasrat dan kepuasan.
Menurut Bapak, perilaku judgmental memang lebih sering terjadi ketika kita terlalu intens hidup berkelompok. Karena kelompok tersebut bisa dijadikan sarana untuk meluapkan hasrat dan kepuasan. Misal, di hubungan pertemanan. Satu sama lain akan berlomba untuk mempererat keakraban, ketika sudah berlebihan pasti akan ada dampak negative. Ketika ada kekecewaan pada hal yang sama maka mereka akan membentuk kelompok lain yang secara tidak langsung dijadikan sebagai sarana baru untuk memfasilitasi kekecewaannya tadi. Atau gampangnya begini, kita berkumpul, berkelompok karena kesamaan kita akan satu hal, yang jadi masalah adalah kalo kesamaanya misal: sama-sama gak suka sama satu hal/orang, kalo ketemuan ngomongin hal-hal yang gak disuka itu tadi. Jadi semuanya seakan-akan dicari informasinya, supaya kalo ngumpul jadi seru. Makin-makin deh, apa yang sebetulnya gak ada, jadi diada-adain supaya seru aja ngomonginnya. Yang keliatan sedikit di media sosial, misalnya, ditambah-tambahin sesuai dengan judgement kita sendiri, supaya makin seru dibahas.
Pembicaraan yang seharusnya untuk 2 orang juga seringkali keluar jalur jadi materi obrolan seru. Naudzubillah.
Pembicaraan yang seharusnya untuk 2 orang juga seringkali keluar jalur jadi materi obrolan seru. Naudzubillah.
How to deal with judgement?
- Mengertilah bahwa semua orang memiliki cara pandang, nilai-nilai, lingkungan, dan cara didik yang berbeda, maka dari itulah mereka bisa memandang kita dengan beda atau menghakimi kita.
“Walk a mile in my shoes, see what I see. Hear what I hear. Feel what I feel, then maybe you’ll understand why I do what I do, ‘till then don’t judge me.” So, never assume anything. Be curious not judgmental, because judging a person does not define who they are. It defines who you are!
2. Embrace who we are
Makin kesini aku makin lebih bisa menerima diri aku sendiri. Semua sifat buruk dan baik yang aku punya. Aku nggak takut lagi orang memanfaatkan kekuranganku untuk menghakimi, karena aku tahu kalo aku bukan orang yang seburuk itu. Hal itu tidak akan membuatku membatasi diri untuk menyuarakan opini, untuk mengekspresikan diri, untuk mengejar dan melakukan hal-hal yang kita mau.
Karakter pribadi yang kuat dan baik, tidak akan mudah terbawa arus kelompoknya. Saat sendiri ataupun berkelompok, orang ini pasti tetap akan menjadi individu yang membawa kebaikan.
3. Leave the situation
Kalo kita udah mencoba menjadi baik tapi masih juga menerima destructive judgement, cara yang terbaik adalah leave the situation and create limits in your relationship with that person.
Kehidupan sosial yang sehat bukan semata soal jumlah teman yang kita punya, bukan sekedar betapa kerennya geng yang kita punya, melainkan kita cukup perlu dikelilingi oleh orang yang penuh kasih, positif dan peduli tentang kebaikan kita.
Kita tahu, tidak ada satu orang pun yang ingin dipermalukan atau dihakimi, terutama untuk suatu hal yang tidak pernah mereka lakukan. Orang normal tidak akan bertahan berada di suatu komunitas yang berisikan orang yang berperilaku tidak memanusiakan manusia. Sayangnya dalam hidup, akan ada orang yang selalu menghakimi kita dengan buruk, kemanapun kita pergi. Maybe someday there will come a time when judgement no longer exists.
0 comments:
Post a Comment